Selasa, 11 Juni 2013

teori penulisan proposal


TEORI PROPOSAL

Proposal Penelitian ialah usulan yang berisi rencana kegiatan penelitian yang disajikan secara tertulis untuk memperoleh persetujuan dari pihak yang berwewenang. Pihak yang berwewenang di sini dapat saja seperti lembaga/instansi yang akan mensponsori atau membiayai penelitian tersebut, tempat atau sasaran penelitian, dan lembaga/instansi yang meminta dilakukannya penelitian. Untuk keperluan penulisan skripsi, proposal  penelitian diperlukan untuk memperoleh persetujuan dari Ketua Jurusan atau Ketua Program Bidang Studi.


1.    Latar Belakang Masalah
Sebelum penelitian dilaksanakan, seorang peneliti harus menjelaskan gagasannya dan alasan-alasan kenapa suatu objek harus diteliti. Pihak-pihak lain yang berkepentingan harus dapat memahami ide yang dikemukakannya, mengingat suatu penelitian bersifat ilmiah dan terbuka. Oleh karenanya terlebih dahulu seorang peneliti harus menyusun latar belakang masalah yang mencemirkan pentingnya suatu masalah yang diteliti. Dalam pembuatan latar belakang masalah harus mengemukakan hal-hal sebagai berikut :
·         Argument mengapa judul penelitian tersebut harus ditulis.
·         Sifat atau tujuan penelitian.
·         Strategi pencapaian tujuan.
·         Tinjauan teoritikal yang mendukung argument tersebut.
·         Hamabatan yang akan ditemukan dalam proses penelitian.
Selain itu pembuatan latar belakang masalah harus memenuhi beberapa criteria tertentu, antara lain:
·         Masalah tersebut baru dan mempunyai dampak terhadap perkembangan ilmu dan penerapannya.
·         Mengajukan suatu konsep yang berbeda dengan yang telah ada
·         Mengajukkan suatu konsep yang berbeda dengan yang telah ada.
·         Menunjukkan jati diri penting suatu malasah yang diterapkan pada suatu keadaan tertentu.
·         Mencari jawaban atas penyelesaian suatu masalah.

2.    Batasan Masalah

Agar penelitian dapat mengarah ke inti masalah yang sesungguhnya maka diperlukan pembatasan ruang lingkup masalah penelitian sehingga penelitian yang dihasilkan menjaadi lebih fokus dan tajam. Berarti dapat dikatakan pulan membati ruang lingkup masalah sebagai pematasan ruang lingkup penelitian. Dalam hal ini ada 4 tahap yang dapat dilakukan.
Pertama, dengan cara memeriksa atau mempelajari hasil-hasil penelitian atau kajian yang telah dilakukan peneliti sebelumnya (examine the literature).
Kedua, membicarakan atau mendikusikan dengan kolega atau orang lain yang berkompeten dengan harapan dapat memperoleh masukan yang bermanfaat (talk over ideas with others).
Ketiga, mencoba membatasi ruang lingkup dengan cara memperlakukan topik yang hendak dikaji untuk konteks yang khusus, waktu yang lebih terbatas.
Keempat, membatasi ruang lingkup studi dengan cara terlebih dahulu menetapkan tujuan atau manfaat studi yang diinginkan.

3.   Perumusan Masalah
Dalam merumuskan masalah penelitian terdapat berbagai macam cara yang dapat digunakan. Berikut merupakan ringkasan langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam merumuskan masalah dalam suatu penelitian:
  1. Permasalah adalah kesenjangan (gap) antara das sollen (apa yang seharusnya) dan das sein (apa yang ada).
  2. Uraikan pendekatan konsep untuk menjawab masalah yang diteliti, hipotesis yang akan diuji atau dugaan yang akan dibuktikan. Dalam perumusan masalah dapat dijelaskan defenisi, asumsi, dan lingkup yang menjadi batasan penelitian.
  3. Telah memunculkan konsep-konsep tertentu. Misal: attitudes, social distence, effectiveness, credibility, dan lain-lain.
  4. Sumber permasalahan dapat diperoleh dari : bacaan, seminar, lokakarya, diskusi, pernyataan pemegang otoritas, pengamatan, pengalaman, dan lain sebagainya.
4.   Tujuan Penelitian
Tujuan bertujuan untuk menjawab research question. Tujuan merupakan suatu pertanyaan tentang apa yang ingin diketahui atau ditentukan. Bentuk dari tujuan tersebut bisa berupa identifikasi karakteristik variabel. Mendiskripsi suatu fenomena, explorasi suatu fenomena, penjelasan suatu fenomena atau prediksi terhadap fenomena. Tujuan berkaitan dengan masalah yang dikemukakan, baik itu ditingkat regional, nasional ataupun ditingkat lokal. Masalah yang dikemukakan sebaiknya masih relevan dengan keadaan saat ini, atau dimasa yang akan datang. Tujuan Penelitian terdiri dari:
  1. Tujuan Umum:
  • Merupakan rangkuman dari keseluruhan tujuan khusus.
  • Bersifat ideal.
      2.  Tujuan khusus;
  • Uraian dari berbagai hal yang ingin diketahui, pada penelitian yang akan dilakukan
  • Bersifat objektif.
5.   Manfaat Penelitian
Rumusan tentang manfaat penelitian adalah kelanjutan dari tujuan penelitian. Bagian ini berisikan uraian tentang temuan baru yang dihasilkan dan manfaat temuan penelitian tersebut bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat dimanfaatkan oleh ilmuan lain untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS).

6.   Hipotesis
Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang akan diteliti. Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja dengan sengaja menimbulkan/ menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen. Hipotesis yang telah terujikebenarannya disebut teori


Tahap-tahap pembentukan hipotesis pada umumnya sebagai berikut:
1.      Penentuan masalah. Dasar penalaran ilmiah ialah kekayaan pengetahuan ilmiah yang biasanya timbul karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak dapat diterangkan berdasarkan hukum atau teori atau dalil-dalil ilmu yang sudah diketahui. Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan sadar dengan perumusan yang tepat. Dalam proses penalaran ilmiah tersebut, penentuan masalah mendapat bentuk perumusan masalah.
2.      Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis). Dugaan atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan. Ini digunakan juga dalam penalaran ilmiah. Tanpa hipotesa preliminer, observasi tidak akan terarah. Faktayang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan untuk menyimpulkan suatu konklusi, karena tidak relevan dengan masalah yang dihadapi. Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam penelitian, hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhanpenelitian, namun merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba sebelum penelitian sebenarnya dilaksanakan.
3.      Pengumpulan fakta. Dalam penalaran ilmiah, diantara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu hanya dipilih fakta-fakta yang relevan dengan hipotesa preliminer yang perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.
4.      Formulasi hipotes. Pembentukan hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak dapat berkata apa-apa tentang hal ini. Hipotesa diciptakan saat terdapat hubungan tertentu diantara sejumlah fakta. Sebagai contoh sebuah anekdot yang jelas menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa, diceritakan bahwa sebuah apel jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya bahwa semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang dikenal dengan hukum gravitasi.
5.      Pengujian hipotesa, artinya mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat diobservasi dalam istilah ilmiah hal ini disebut verifikasi(pembenaran). Apabila hipotesa terbukti cocok dengan fakta maka disebut konfirmasi. Terjadi falsifikasi(penyalahan) jika usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan hipotesa, dan bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah oleh fakta yang dinamakankoroborasi(corroboration). Hipotesa yang sering mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat disebut teori.
6.      Aplikasi/penerapan. apabila hipotesa itu benar dan dapat diadakan menjadi ramalan(dalam istilah ilmiah disebut prediksi), dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan fakta. Kemudian harus dapat diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.

Ciri-ciri hipotesis yang baik :
a.      pernyataan hipotesis mencakup suatu tujuan/maksud penelitian, ini bebrarti untuk hipotesis yang bersifat deskriptif tujuan penelitian dinyatakan secara jelas mengenai kondisi, ukuran, ataupun distribusi beberapa variabel yang diuji dan dijelaskan dalam proses penelitian. Jika hipotesis bersifat explanatory, harus dijelaskan fakta-fakta yang diberikan sebagaimana ingin dijelaskan dalam penelitian tersebut.
b.     Hipotesis bersifat testable, artinya pernyataan yang digunakan mempunyai kata-kata yang bersifat mempertanyakan suatu masalah, sehingga perlu untuk diuji kembali hal-hal yang memang tidak perlu lagi diuji kebenarannya.
c.     Hipotesis pada suatu penelitian harus lebih baik dibanding pada penelitian yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa suatu penelitian yang ditawarkan kepada berbagai pihak akan dinilai apakah kedua hal diatas memang dipenuhi oleh suatu hipotesis.

7.   Kajian Pustaka / Landasan Teori
Dalam penelitian , kajian pustaka (review of literaturemerupakan langkah paling awal begitu tema penelitian (bukan judul) diperoleh. Kajian pustaka mencakup tiga hal, yaitu: penempatan, pembacaan, dan penilaian terhadap hasil-hasil penelitian dan kajian yang sudah ada yang terkait dengan rencana penelitian yang akan kita lakukan.

      7.1 Teori
Tujuan dalam pembuatan kajian pustaka adalah membantu peneliti untuk menyelesaikan masalah penelitiannya dengan mengacu pada teori dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang relevan. Selain itu fungsi dari kajian pustaka adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui Sejarah Masalah Penelitian
Berdasarkan sejarah masalah yang berkaitan dengan masalah penelitiannya,
peneliti akan mendapatkan informasi tentang hal-hal yang telah dilakukan oleh
para peneliti sebelumnya, aspek-aspek yang telah diteliti, prosedur-prosedur yang
telah diterapkan, hasil dan hambatan yang ditemukan di dalam penelitian, dan
perbedaan antara masalah yang hendak dipecahkan dengan masalah-masalah
yang sudah dipecahkan orang lain.
2. Memilih Prosedur Penyelesaiaan Masalah Penelitian
Berdasarkan prosedur-prosedur yang telah diterapkan oleh para peneliti
sebelumnya yang berkaitan dengan masalah penelitiannya, peneliti dapat memilih
prosedur yang cocok atau membuat prosedur baru berdasarkan kajian tentang
kelebihan dan kekurangan dari prosedur-prosedur yang ada.
3. Memahami Latar Belakang Teori Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang teori masalah penelitian, peneliti dapat memetakan
kedudukan masalah penelitiannya ke dalam perspektif cakupan pengetahuan
yang lebih luas, sehingga dapat membantu peneliti dalam menjelaskan
pentingnya penelitan itu dilakukan serta dampak dari hasil penelitiannya.
4. Mengetahui Manfaat Penelitian Sebelumnya
Berdasarkan kajian dari hasil-hasil penelitian sebelumnya yang relevan, peneliti
dapat memperkirakan manfaat hasil penelitian yang akan dilaksanakannya.
5. Menghindari Terjadinya Duplikasi Penelitian
Pengkajian pustaka dapat menghindari duplikasi penelitian. Dalam batas-batas
tertentu suatu penelitian boleh merupakan duplikasi dari penelitian lain,
sepanjang penelitian yang akan dilaksanakan memiliki tujuan berbeda untuk
melengkapi hasil penelitian sebelumnya atau mempunyai alasan yang kuat untuk
meragukan hasil penelitian sebelumnya (bukan plagiat).
6. Memberikan Pembenaran Alasan Pemilihan Masalah Penelitian
Kajian pustaka harus berfungsi sebagai kajian secara kritis tetapi singkat tentang
kekhususan, manfaat dan kelemahan dari penelitian sebelumnya (bukan sekadar
senarai teori atau hasil penelitian yang relevan saja), sehingga peneliti dapat
memberikan pembenaran tentang pentingnya masalah tersebut diteliti.

Pembuatan kajian pustaka sebaiknya mengikuti langkah awal, sebagai berikut :
1. Mencari informasi ke perpustakaan atau internet.
2. Menyiapkan butir-butir yang perlu dalam mencatat informasi dari pustaka,
meliputi kelengkapan sumber informasi, kriteria informasi, cara mencatat sumber
informsi dari internet, dan sebagainya.
3. Menyiapkan kartu atau buku untuk mengumpulkan informasi yang relevan.
4. Menyiapkan sistematika pengumpulan informasi.

Penulisan kajian pustaka sebaiknya mengikuti saran sebagai berikut :
1. Pertahankan fokus perhatian pada masalah penelitian yang akan dilaksanakan,
agar penulisan kajian pustaka tetap relevan dengan masalah yang akan diteliti.
2. Buatlah rencana struktur penulisan kajian pustaka dengan baik (jangan menulis
menurut urutan ditemukannya pustaka itu).
3. Tekankan keterkaitan antara pustaka dengan masalah penelitian yang (akan,
sedang, atau baru saja) dipecahkan oleh peneliti.
 

        7.2    Pentingnya Kajian Pustaka

Secara ringkas, menurut Borg dan Gall (1989: 114-119), dan Latief (2012: 43-50) setidaknya ada enam alasan mengapa kajian pustaka harus dilakukan, sebagaimana uraian berikut:
  1. Sangat bermanfaat untuk menajamkan rumusan masalah penelitian yang diajukan, sehingga besar kemungkinan rumusan masalah yang sudah dibuat berubah setelah peneliti membaca pustaka karena telah memiliki wawasan tentang tema yang diteliti lebih luas daripada sebelumnya. Dengan demikian, rumusan masalah, terutama dalam penelitian kualitatif, bersifat tentatif. Tidak sedikit penelitian gagal karena masalah yang diteliti terlalu luas. Rumusan masalah yang spesifik dan dalam lingkup yang kecil jauh lebih baik daripada yang luas dan umum. Umumnya, rumusan masalah yang tidak jelas berakibat pada data yang diperoleh juga tidak jelas, sehingga antara masalah  yang hendak dijawab dan data yang ada tidak sambung. Ujungnya kesimpulannya tidak berangkat dari data, tetapi pendapat pribadi peneliti. Tentu ini tidak bisa dibenarkan. Hal demikian bisa dihindari melalui kajian pustaka dengan serius.
  2. Kajian pustaka tidak saja untuk mempelajari apa yang telah dilakukan orang lain, tetapi juga melihat apa yang terlewatkan dan belum dikaji oleh peneliti sebelumnya. Bagian atau wilayah yang terlewatkan itu bisa menjadi area penelitian baru. Tetapi kenyataannya sering terjadi karena pengalaman yang kurang, isu-isu penting yang mestinya bisa diangkat terlewatkan begitu saja, terutama pada bidang-bidang yang belum banyak diteliti.
  3. Untuk melihat bahwa pendekatan penelitian  yang kita lakukan steril dari pendekatan-pendekatan lain. Sebab, pada umumnya kajian pustaka justru menyebabkan peneliti meniru pendekatan-pendekatan yang sudah lama dipakai orang lain, sehingga tidak menghasilkan temuan yang berarti. Mencoba pendekatan baru --- walau mungkin salah --- lebih baik daripada mengulang hal yang sama berkali-kali walau benar. Pengulangan justru menunjukkan peneliti tidak cukup melakukan pembacaan literatur secara memadai. Kesalahan metodologis akan disusul dan dikoreksi oleh peneliti selanjutnya, sehingga menyebabkan ilmu pengetahuan berkembang. Karena itu, dalam ilmu pengetahuan kesalahan bukan sesuatu yang aib. Proses demikian oleh Polanyi disebut sebagai falsifikasi.
  4. Memperoleh pengetahuan (insights) mengenai metode, ukuran, subjek, dan pendekatan yang dipakai orang lain dan bisa dipakai untuk memperbaiki rancangan penelitian yang kita lakukan. Rancangan penelitian, lebih-lebih untuk penelitian kualitatif, bukan sesuatu yang sekali jadi, melainkan terus diperbaiki agar diperoleh metode yang tepat untuk memperoleh data dan menganalisisnya. Kenyataan di lapangan ditemukan racangan penelitian kualitatif seragam dari satu proyek penelitian ke yang lain. Padahal, walaupun berangkat dari paradigma yang sama rancangan penelitian kualitatif bisa berbeda dari penelitian ke penelitian lainnya, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus atau fenomena tertentu.
  5. Melalui kajian pustaka, bisa diperoleh pengetahuan berupa rekomendasi atau saran-saran bagi peneliti selanjutnya. Informasi ini tentu sangat penting karena rekomendasi atau saran merupakan rangkuman pendapat peneliti setelah melakukan penelitian. Usai penelitian, kita juga diharapkan bisa memberikan rekomendasi atau saran bagi peneliti selanjutnya, sebagaimana kita telah mengambil manfaat dari peneliti sebelumnya. Karena itu, rekomendasi atau saran yang baik bukan sembarang saran, melainkan usulan yang secara spesifik bisa diteliti.
  6. Untuk mengetahui siapa saja yang pernah meneliti bidang yang sama dengan yang akan kita lakukan. Orang yang sudah lebih dahulu meneliti bisa dijadikan teman diskusi mengenai tema yang kita lakukan, termasuk membahas hal-hal yang menjadi kekurangan atau kelemahan penelitian, sehingga kita bisa memperbaiki, karena dia telah memperoleh pengalaman lebih dahulu. Malah bisa jadi peneliti terdahulu kita jadikan informan dalam penelitian kita. Sebab, salah satu syarat informan adalah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai tema penelitian yang kita angkat, sehingga dia bisa berdiskusi dan memberi informasi (to inform) kepada peneliti mengenai tema yang diteliti. 


Sumber :
http://lemlit.ung.ac.id/berita-105-menyusun-proposal-penelitian.html
http://gurupembaharu.com/home/pembatasan-masalah/
http://willm45.wordpress.com/2013/01/30/2/
http://anaajat.blogspot.com/2013/04/tujuan-dan-manfaat-penelitian.html
http://noorfuadi.blogspot.com/2011/12/cara-membuat-tujuan-manfaat-penelitian.html
http://mujahidinimeis.wordpress.com/2011/01/18/merumuskan-hipotesis-merumuskan-tujuan-dan-kegunaan-penelitian/
http://mudjiarahardjo.com/materi-kuliah/414-manfaat-kajian-pustaka-dalam-penelitian.html
Dra. Yanti Hamdiyati, M.Si., "CARA MEMBUAT KAJIAN PUSTAKA", 2008, Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
Subiyanto, Ibnu. "Metodologi Penelitian". 1993. Jakarta : Universitas Gunadarma.  
http://arie-dwiputra.blogspot.com/2013/06/teori-proposal.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar